SAMARINDA, VIDETIMES.com – Di tengah gelombang penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang ramai diperbincangkan di berbagai daerah, Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, justru menyampaikan pandangan berbeda. Ia menilai penambahan tugas dan fungsi militer melalui RUU tersebut perlu dipertimbangkan secara objektif.
Samri memahami bahwa sebagian masyarakat menyuarakan penolakan karena khawatir RUU TNI akan membawa kembali bayang-bayang era Orde Baru. Masa pemerintahan Presiden Soeharto itu dikenal dengan praktik otoritarianisme, pembredelan pers, pelanggaran hak asasi manusia, serta maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Namun, menurut Samri, situasi korupsi saat ini jauh lebih merusak dibanding masa Orde Baru. Ia menilai bahwa meskipun korupsi sudah ada pada masa lalu, praktiknya tidak semasif dan seterbuka seperti sekarang.
“Kalau dulu, korupsi hanya dilakukan oleh kalangan tertentu dan secara tersembunyi. Sekarang, praktik korupsi justru berlangsung terbuka dan menjalar hingga ke lapisan masyarakat bawah,” ungkapnya saat ditemui awak media di ruang kerjanya di Gedung DPRD Samarinda, Senin (24/3/2025).
Ia juga membandingkan situasi ekonomi di masa lalu dan sekarang. Menurutnya, pada masa pemerintahan Soeharto, harga-harga kebutuhan pokok masih terjangkau oleh masyarakat, meski saat itu juga terjadi praktik korupsi.
Lebih lanjut, Samri menyatakan bahwa kondisi saat ini, di era reformasi, justru menunjukkan kerusakan yang lebih dalam. Ia berpendapat bahwa pemberian kewenangan tambahan kepada TNI justru bisa menjadi solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi bangsa saat ini.
“Harapan masyarakat sekarang ini justru tertumpu pada TNI. Dengan tambahan tugas di sejumlah kementerian dan badan, serta kewenangan menjalankan operasi militer di luar perang, TNI bisa berperan lebih besar dalam menjaga ketertiban dan melindungi rakyat,” tegasnya. (Adv/DPRD Samarinda)