SAMARINDA, VIDETIMES.com – Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM KM Unmul), Maulana, menyampaikan kritik keras terhadap rencana pemerintah memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada perguruan tinggi. Ia menilai kebijakan tersebut tidak tepat dan berpotensi menimbulkan masalah baru, terutama dalam menjaga mutu pendidikan di Indonesia.
Menurut Maulana, wacana tersebut bertentangan dengan nilai-nilai utama Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ia menegaskan bahwa perguruan tinggi seharusnya fokus pada peran utamanya, bukan menambah tanggung jawab yang menyimpang dari cita-cita pendidikan.
“Kami di BEM KM Unmul menolak dengan tegas kebijakan ini karena sangat melenceng dari Tridharma Perguruan Tinggi. Alih-alih mendukung pendidikan, kebijakan ini justru mencederai semangat intelektual dan hanya memperburuk kondisi dunia pendidikan,” ujar Maulana.
Maulana juga mengkritik pemerintah yang menggunakan alasan penurunan biaya pendidikan untuk mendukung wacana tersebut. Ia mempertanyakan apakah pengelolaan izin tambang benar-benar dapat menjamin kualitas dan biaya pendidikan yang lebih baik.
“Apakah dengan menerima pengelolaan tambang, biaya pendidikan akan lebih murah dan kualitasnya meningkat? Bahkan tanpa mengelola tambang saja, biaya pendidikan di perguruan tinggi masih mahal. Kebijakan ini hanya mengaburkan tujuan utama pendidikan,” tegasnya.
Selain itu, Maulana menilai keputusan pemerintah di bawah rezim Prabowo-Gibran semakin tidak masuk akal. Ia mengingatkan bahwa 100 hari awal pemerintahan sudah diwarnai berbagai kebijakan kontroversial yang dapat mengancam demokrasi dan masa depan generasi bangsa.
“Rezim ini semakin menunjukkan kegagalannya. Ketika perguruan tinggi tunduk pada pemerintah dengan dalih diberi izin tambang, maka pendidikan tidak lagi menjadi alat kontrol negara, melainkan alat kepatuhan. Habis sudah harapan generasi bangsa jika ini terus terjadi,” ungkapnya.
Maulana mendesak pemerintah segera membatalkan wacana ini demi menjaga marwah perguruan tinggi sebagai pilar intelektual bangsa. Ia menekankan pentingnya mengembalikan fokus pendidikan kepada peningkatan mutu, bukan justru terjebak dalam ranah yang bukan menjadi tupoksi perguruan tinggi.
“Cukup sudah dunia pendidikan diacak-acak. Jangan sampai pendidikan yang seharusnya menjadi senjata kontrol negara malah berubah menjadi ancaman bagi ruang intelektual kita,” pungkasnya. (*)