KUTAI TIMUR, VIDETIMES.COM – Presiden BEM Stiper Kutai Timur, Gideon Sampeluna, menyampaikan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah yang memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada perguruan tinggi. Kebijakan ini dinilai tidak solutif dan bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan.
“Kebijakan ini sangat menyimpang dari tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi tidak seharusnya hadir sebagai pelaku pengelolaan tambang,” ujar Gideon dalam pernyataannya, Senin (28/1/2025).
Menurutnya, kebijakan tersebut bersifat fundamental dalam dunia pendidikan tinggi. Memberikan izin usaha pertambangan kepada kampus dianggap bertolak belakang dengan orientasi perguruan tinggi yang seharusnya fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan, bukan pada sektor ekonomi seperti pertambangan.
Pihaknya juga menyoroti langkah pemerintah yang merevisi UU Minerba No. 4 Tahun 2009 untuk memberikan dasar hukum bagi kebijakan tersebut. Ia menilai revisi ini dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa kajian yang matang, sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ini hanya menguntungkan kepentingan sektoral tertentu.
“Kami menolak keras kebijakan ini. Pemerintah seharusnya fokus pada upaya meningkatkan kualitas pendidikan, bukan menjadikan kampus sebagai alat ekonomi. Apalagi, pengelolaan tambang memerlukan keahlian khusus yang tidak sesuai dengan kapasitas perguruan tinggi,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa kebijakan ini bisa menjadi upaya terselubung untuk membungkam kritik mahasiswa terhadap pemerintah.
“Dengan menciptakan ketergantungan finansial, kampus dan mahasiswa bisa kehilangan independensinya dalam menyuarakan kebenaran. Ini berbahaya bagi demokrasi kita,” tambahnya.
BEM Stiper Kutai Timur menyerukan agar pemerintah segera mencabut kebijakan ini dan kembali kepada esensi pendidikan tinggi. Gideon berharap kampus tetap menjadi ruang yang independen dan berkomitmen pada pengembangan ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa.
“Kami akan terus menyuarakan penolakan terhadap kebijakan ini dan mendorong pemerintah untuk kembali fokus pada visi pendidikan nasional yang sejalan dengan kebutuhan rakyat,” tutupnya. (Irf)