KUTAI TIMUR, VIDETIMES.com – kejadian banjir yang menimpa beberapa wilayah Kabupaten Kutai Timur, terutama Sangatta Selatan menjadi sorotan Ketua DPC GMNI Kutai Timur, Deo Datus.
Pembangunan jalan di setiap RT/RW tanpa diiringi dengan pembangunan sistem drainase yang memadai menjadi salah satu penyebab utama luapan air ke pemukiman warga. Kondisi ini menimbulkan keresahan masyarakat, terlebih mengingat pengalaman buruk banjir tahun 2022 yang dikhawatirkan dapat terulang kembali.
Banjir bukan hanya permasalahan cuaca atau intensitas hujan tinggi, melainkan juga mencerminkan kelemahan dalam tata kelola ruang wilayah dan dampak dari perubahan iklim global. Selain itu, Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) yang seharusnya berperan dalam mengelola tata ruang dan infrastruktur drainase, dinilai belum maksimal menjalankan fungsinya. Kurangnya perencanaan dan pengawasan terhadap pembangunan di berbagai wilayah menjadi faktor lain yang memperburuk kondisi banjir di Kutai Timur.
Sejauh ini berdasarkan pengamatan GMNI Kutim ada empat faktor utama yang menjadi penyebab banjir di Kutai Timur, yakni:
- Sistem Drainase yang Tidak Terintegrasi
Pertumbuhan wilayah perkotaan di Sangatta Selatan sering kali mengabaikan pentingnya pengelolaan air hujan yang terencana. Tanpa drainase yang memadai, curah hujan tinggi akan selalu berakhir pada genangan bahkan banjir. Pembangunan infrastruktur seperti jalan di perumahan atau RT/RW seharusnya diimbangi dengan pengembangan saluran air dan daerah resapan untuk mengalirkan air secara efektif. - Perubahan Iklim Global
Dampak dari perubahan iklim global menjadi ancaman serius yang memperburuk intensitas banjir. Pola hujan yang semakin tidak menentu, meningkatnya intensitas hujan, dan suhu yang lebih tinggi menyebabkan perubahan dalam siklus hidrologi. Di Kutai Timur, curah hujan ekstrem semakin sering terjadi, sehingga kapasitas drainase dan wilayah resapan tidak mampu menampung volume air yang terus meningkat. Hal ini menegaskan pentingnya upaya adaptasi terhadap perubahan iklim melalui mitigasi yang berkelanjutan. - Kinerja Dinas Perkim yang Belum Maksimal
Dinas Perkim sebagai salah satu instansi kunci dalam pengelolaan tata ruang dan pengembangan infrastruktur pemukiman, dinilai belum optimal. Perencanaan tata ruang yang kurang matang dan pengawasan yang lemah terhadap pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan saluran drainase, menjadi penyebab utama terjadinya ketidakseimbangan dalam pengelolaan lingkungan. Dinas Perkim perlu meningkatkan efektivitas program kerja mereka dengan berfokus pada pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan kebutuhan masyarakat dan kelestarian lingkungan. - Kebijakan Pemerintah yang Belum Optimal
Meski sudah ada Perbup Nomor 15 Tahun 2015 tentang Rencana Kontinjensi Penanggulangan Bencana Banjir, implementasinya masih jauh dari harapan. Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang diluncurkan pada 2024 perlu diterjemahkan menjadi aksi nyata di lapangan, seperti pembangunan infrastruktur penanggulangan banjir, pengawasan ketat terhadap tata ruang, serta edukasi mitigasi bencana bagi masyarakat.
Banjir adalah musibah, tapi bukan berarti tanpa penyebab tangan-tangan manusia yang lalai dengan alam. Oleh sebab itu GMNI Kutim menyayangkan kinerja permerintah yang belum optimal,maka dari itu kami menyarankan beberapa solusi untuk mengatasi masalah banjir, diperlukan pendekatan terintegrasi yang melibatkan seluruh pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha. Beberapa langkah yang dapat diambil, antara lain:
Memasukkan sistem drainase terpadu ke dalam prioritas pembangunan daerah.
Menjadikan adaptasi perubahan iklim sebagai bagian dari kebijakan pembangunan, seperti pengembangan infrastruktur hijau dan pelestarian daerah resapan air.
Meningkatkan kinerja Dinas Perkim melalui evaluasi menyeluruh terhadap perencanaan tata ruang dan pengawasan pembangunan di setiap wilayah Kutai Timur.
Menggalakkan program edukasi masyarakat terkait mitigasi bencana dan pentingnya menjaga lingkungan untuk mendukung kapasitas ekosistem dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Banjir bukanlah masalah yang bisa dianggap biasa, melainkan persoalan serius yang membutuhkan solusi jangka panjang. Dengan kolaborasi antara pemerintah, Dinas Perkim, masyarakat, dan sektor swasta, pembangunan berkelanjutan yang terintegrasi dapat diwujudkan. Kebijakan yang lebih proaktif dan tindakan nyata akan memastikan dampak perubahan iklim dapat diatasi, sehingga masyarakat dapat menikmati lingkungan yang aman dan nyaman. (*)