OPINI, VIDETIMES.com – Pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Kalimantan Timur bukan hanya membawa pembangunan fisik, tetapi juga menyingkap luka sosial di masyarakat Balikpapan. Dalam Analisa Sosial yang digelar GMNI Balikpapan pada 14-15 Desember 2024 di Kelurahan Kariangau, Balikpapan Barat, persoalan ketidakberdayaan tenaga kerja lokal menjadi isu utama.
Ironisnya, daerah yang menjadi penyangga IKN justru menghadapi ketimpangan kesempatan kerja. Dengan dalih percepatan pembangunan, pemilik proyek strategis lebih memilih mendatangkan pekerja dari luar daerah, mengabaikan tenaga kerja lokal yang lebih dahulu menghuni tanah ini.
Sebuah fakta pahit yang terang-terangan menunjukkan bahwa warga Balikpapan hanya menjadi penonton di tanah sendiri.
Menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur pada Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) mencapai 5,75%. Bahkan, hasil survei GMNI mengungkapkan lebih dari 70% tenaga kerja pada proyek-proyek IKN di Kariangau berasal dari luar daerah dan pekerja lokal hanya di angka 40%, padahal perda sudah mewajibkan 75% tenaga kerja lokal, artinya masih butuh 35% lagi serapan tenaga kerja lokal.
Namun, aturan tinggal aturan. Peraturan Daerah (Perda) yang mengamanatkan penyerapan tenaga kerja lokal masih macet di meja gubernur karena belum ada Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur teknisnya.
Sungguh miris, mengingat proyek-proyek IKN ini digadang-gadang membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat, namun faktanya justru menciptakan jurang ketidakadilan.
Pemilik proyek strategis secara terang-terangan lebih memilih tenaga kerja luar. Mereka bukan pencari kerja, tapi sudah didatangkan. Kalau ini disebut adil, jelas tidak. Tenaga kerja lokal bahkan tidak diberi kesempatan.
Apakah gubernur hanya duduk manis menunggu tekanan publik? Atau mungkin sibuk dengan agenda seremonial yang lebih menguntungkan citra politik ketimbang rakyat? Jika kondisi ini terus dibiarkan, jangan heran jika kelak masyarakat lokal sepenuhnya termarjinalkan.
Kalimantan Timur memang sedang menjadi primadona pembangunan nasional, tetapi harga yang harus dibayar rakyatnya begitu mahal. Saat tanah mereka menjadi pijakan kemegahan ibu kota baru, masyarakat lokal justru terpinggirkan di antara gemerlapnya janji investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Gubernur, kapan tindakan nyata akan muncul? Atau apakah rakyat hanya akan terus menunggu janji yang makin lama makin basi?
Penulis : Veronika Febby Ola Deo (Kader GMNI Kota Samarinda)
Opini Merupakan Tanggung Jawab Penulis, Tidak Menjadi Tanggung Jawab Redaksi VIDETIMES.COM