SAMARINDA, VIDETIMES.com – Lonjakan kasus pernikahan siri dan pernikahan dini di Kota Samarinda menjadi perhatian serius DPRD Samarinda. Dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi IV bersama Kementerian Agama (Kemenag) Kota Samarinda pada Jumat (7/2/2025), para legislator menyoroti dampak luas dari fenomena ini.
Komisi IV menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya berkaitan dengan aspek agama dan budaya, tetapi juga membawa konsekuensi besar terhadap masalah sosial dan hukum, terutama bagi perempuan dan anak-anak yang kerap dirugikan akibat pernikahan tanpa pencatatan resmi.
Penghulu Liar Jadi Pemicu
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, menyebut keberadaan penghulu liar sebagai salah satu faktor utama yang membuat pernikahan siri dan dini semakin marak.
“Praktik pernikahan yang dilakukan tanpa pencatatan resmi ini berisiko tinggi bagi perempuan dan anak. Mereka tidak memiliki perlindungan hukum yang jelas, baik dalam aspek ekonomi maupun hak asuh anak,” tegas Ismail.
Ia juga menyatakan bahwa pernikahan tanpa pencatatan resmi sering kali menimbulkan permasalahan kependudukan. Banyak pasangan yang kesulitan mengurus akta kelahiran anak karena status pernikahan mereka tidak diakui secara administratif.
Perda Khusus Jadi Opsi
Mengingat kompleksitas masalah ini, Komisi IV DPRD Samarinda mempertimbangkan pembuatan peraturan daerah (perda) khusus untuk mengatur pernikahan siri dan dini.
Namun, Ismail mengakui bahwa menyusun perda bukan perkara mudah. Jika perda sulit diwujudkan, maka pengawasan terhadap praktik pernikahan yang tidak tercatat harus diperketat melalui regulasi yang lebih ketat.
“Kami ingin ada solusi konkret. Minimal, harus ada sistem pengawasan yang lebih kuat agar praktik pernikahan yang merugikan ini bisa ditekan,” tambahnya.
Hukum Agama vs Hukum Negara
Dalam diskusi tersebut, Ismail juga menegaskan bahwa pernikahan siri tidak bisa hanya dilihat dari aspek agama. Meskipun sah menurut syariat Islam, pencatatan pernikahan tetap menjadi kewajiban agar pasangan memiliki hak hukum yang jelas.
“Islam sendiri menganjurkan pernikahan untuk diumumkan, bukan disembunyikan. Jadi, kita harus memastikan bahwa hukum agama dan hukum negara berjalan beriringan demi kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Sinergi Semua Pihak
Komisi IV DPRD Samarinda berharap ada sinergi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat dalam menekan angka pernikahan siri dan dini.
“Kita tidak bisa membiarkan hal ini berlarut-larut. Peran semua pihak sangat dibutuhkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat serta memastikan pengawasan berjalan maksimal,” pungkas Ismail.
Diskusi ini menjadi langkah awal bagi DPRD Samarinda dalam mencari solusi terhadap persoalan yang telah lama menjadi polemik di masyarakat. (Elf)