SAMARINDA, VIDETIMES.com –Kasus dugaan penyerobotan kawasan konservasi Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda tak kunjung menemukan kejelasan. Hampir setahun sejak mencuat ke publik, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Situasi ini memicu kritik keras dari DPRD, baik di tingkat kota maupun provinsi.
Ketua Komisi II DPRD Kota Samarinda, Iswandi, secara terbuka menuding aparat penegak hukum tak serius menuntaskan kasus perambahan di kawasan hutan pendidikan tersebut.
“Ini bukan perkara sulit. Kerusakan lingkungannya kasat mata. Kalau aparat serius, pelaku bisa cepat ditelusuri,” kata Iswandi, ditemui di Gedung DPRD Samarinda (26/6/2025).
Kawasan yang diserobot merupakan bagian dari KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus), yang lebih dikenal publik sebagai Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). Fungsi utamanya sebagai laboratorium alam kini terancam, setelah sejumlah titik diduga dialihfungsikan menjadi jalur hauling tambang ilegal.
Iswandi menyoroti komitmen Polda Kaltim yang pernah menyatakan bakal mengungkap pelaku utama. Namun hingga kini, belum ada langkah konkret di lapangan.
“Kalau terus dibiarkan, preseden buruk ini bisa jadi pembenaran bagi pelanggaran berikutnya,” tegasnya.
Desakan serupa juga disuarakan dari DPRD Kaltim. Anggota Komisi III, Sarkowi V Zahry, mengungkap bahwa Polda Kaltim dan Gakkum KLHK pernah menjanjikan penetapan tersangka dalam dua pekan pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP). Namun kenyataannya, janji itu tinggal wacana.
“Jadwal pemanggilan ulang sedang kami susun. Semua pihak akan dipanggil kembali, termasuk Unmul, aliansi rimbawan, dan instansi pusat,” ujar Sarkowi (19/6/2025) lalu.
Sarkowi juga mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk turun langsung ke lapangan. Ia menilai, intervensi dari pemerintah pusat sangat diperlukan untuk mempertegas keberpihakan negara terhadap perlindungan kawasan pendidikan.
“Kalau menteri bisa datang, itu sudah cukup untuk menunjukkan keseriusan negara. Jangan sampai hanya berhenti di rapat-rapat,” katanya.
Sementara itu, laporan dari akademisi dan aktivis lingkungan menyebut sebagian kawasan KRUS telah rusak berat. Jalur hauling truk batu bara dilaporkan melintasi wilayah konservasi, menggantikan pepohonan yang dulu menjadi tempat belajar mahasiswa dan peneliti.
Kondisi ini menjadi ironi di tengah klaim pemerintah soal komitmen menjaga lingkungan. Kawasan hutan pendidikan yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban kepentingan ekonomi sesaat, tanpa pengawasan berarti.
Iswandi menekankan, penegakan hukum lingkungan tidak bisa hanya berhenti di pernyataan pers.
“Butuh langkah nyata. Kalau hutan pendidikan seperti KRUS saja tak bisa dilindungi, bagaimana dengan kawasan lain?” tandasnya.









