SAMARINDA, VIDETIMES.com – Dugaan kebocoran minyak dari aktivitas PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PT PHSS) memicu pencemaran air di kawasan budidaya kerang dara. Akibatnya, nelayan setempat mengalami kerugian besar karena kerang yang mereka pelihara mati secara massal.
Situasi ini menimbulkan kemarahan nelayan yang kemudian menggelar aksi protes. Namun, unjuk rasa tersebut berujung ricuh setelah aparat kepolisian Polres Kota Bontang mengambil tindakan yang dinilai represif terhadap massa aksi.
Ketua Cabang GMNI Kota Samarinda, Alfonsius Limba, pun mengecam keras tindakan tersebut, Kamis (13/2/25).
“Pihak kepolisian seharusnya mengambil langkah humanis dalam menangani massa aksi. Dengan begitu, tindakan represif dari anggota di lapangan dapat dicegah. Aksi yang dilakukan nelayan untuk menuntut hak mereka adalah hal yang wajar,” ujar Alfons kepada wartawan VIDETIMES.com.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa PT PHSS dan pemerintah harus segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut dan menimbulkan konflik berkepanjangan.
“Seharusnya perusahaan, dengan mediasi dari pemerintah, bertindak cepat dalam menyelesaikan masalah ini. Jika tuntutan nelayan dipenuhi, saya yakin persoalan ini bisa segera diselesaikan,” tambahnya.
Namun menurutnya, tindakan represif aparat terhadap massa aksi yang menyampaikan aspirasi di depan gerbang PT PHSS sudah terlanjur terjadi.
“Mereka telah dipukul dan ditangkap. Tindakan ini sangat melukai hati kami sebagai masyarakat Kalimantan Timur,” tegas Alfons.
Di akhir pernyataannya, Alfons menegaskan bahwa DPC GMNI Kota Samarinda bersama seluruh kader akan bersolidaritas dengan Nelayan Kerang Dara Muara Badak yang menjadi korban represifitas.
“Kami DPC GMNI Kota Samarinda menyatakan sikap akan turun ke jalan dan bersolidaritas menyuarakan hak saudara-saudara kami, Nelayan Kerang Dara Muara Badak. Diam saat rakyat menangis adalah bentuk pengkhianatan,” tandasnya. (Irf)