SAMARINDA, VIDETIMES.com – Kelangkaan gas LPG 3 kg kembali menjadi perbincangan hangat, terutama menjelang hari raya. Kondisi ini kerap berulang setiap tahun, membuat masyarakat kecil kesulitan mendapatkan gas melon tersebut dengan harga yang wajar.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Viktor Yuan, mengungkapkan bahwa distribusi LPG 3 kg masih memiliki banyak kelemahan. Ia menilai ada celah dalam sistem yang memungkinkan praktik penimbunan serta permainan harga di tingkat pengecer, sehingga gas bersubsidi sulit dijangkau oleh warga yang benar-benar membutuhkan.
Menurut politisi Demokrat itu, lemahnya pengawasan distribusi memberi ruang bagi oknum tertentu untuk mengambil keuntungan dari situasi ini. Akibatnya, masyarakat kecil yang seharusnya mendapat prioritas malah harus menghadapi harga yang lebih tinggi atau bahkan kehabisan stok di pasaran.
“Kami melihat ada celah dalam sistem distribusi saat ini. Oknum tertentu bisa bermain sehingga harga LPG di lapangan jauh lebih mahal dan sulit didapat oleh mereka yang benar-benar membutuhkan,” ujar Viktor dalam rapat dengar pendapat di DPRD Samarinda, Kamis (6/2/2025).
Sebagai solusi, Viktor mengusulkan dua langkah utama untuk mengatasi permasalahan ini. Pertama, menambah kuota serta memastikan pemerataan harga agar pasokan LPG 3 kg tetap tersedia dan terjangkau bagi masyarakat miskin.
Kedua, ia mengusulkan distribusi langsung melalui ketua RT, yang dinilai lebih efektif dalam memastikan LPG bersubsidi benar-benar sampai ke tangan warga yang berhak.
“Kami usulkan agar Pertamina bekerja sama dengan RT untuk menyalurkan LPG langsung ke masyarakat yang membutuhkan. Ketua RT memiliki data yang lebih akurat tentang siapa saja yang berhak mendapatkan gas melon ini,” jelasnya.
Dengan sistem ini, Viktor meyakini peluang permainan harga oleh pihak tak bertanggung jawab bisa diminimalkan. Jika suatu RT memiliki 300 warga yang membutuhkan, maka kuota LPG akan langsung dikirim tanpa melalui jalur pengecer yang kerap menaikkan harga sesuka hati.
Saat ini, LPG 3 kg masih dijual bebas oleh pengecer tanpa kontrol ketat, sehingga siapa pun bisa membelinya tanpa harus menunjukkan bukti kelayakan. Jika hal ini terus dibiarkan, kata Viktor, maka LPG bersubsidi akan semakin sulit diakses oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.