SAMARINDA, VIDETIMES.com – Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Abdul Rohim, menegaskan penolakannya terhadap keterlibatan perguruan tinggi dalam sektor pertambangan. Menurutnya, langkah ini berisiko tinggi dan bisa mengganggu peran utama kampus sebagai lembaga akademik yang fokus pada pendidikan, sosial, dan lingkungan.
Ia menilai bahwa dunia pertambangan memiliki potensi konflik sosial dan dampak lingkungan yang besar, sesuatu yang bertolak belakang dengan misi utama institusi pendidikan.
“Saya kurang setuju. Pertambangan itu sektor dengan risiko tinggi, sementara kampus seharusnya lebih fokus pada tridharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” ujar Abdul Rohim, Kamis (6/2/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa jika perguruan tinggi terlibat dalam industri tambang, berbagai permasalahan bisa muncul, termasuk konflik sosial dan degradasi lingkungan.
“Kalau kampus ikut terlibat lalu terjadi masalah lingkungan atau konflik sosial, siapa yang bertanggung jawab? Ini bisa jadi bom waktu di kemudian hari,” tambahnya.
Selain itu, Abdul Rohim juga mengkhawatirkan bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis pertambangan akan mengalihkan fokus utama mereka.
“Kalau nanti sibuk urus tambang, bagaimana dengan pendidikan? Bisa jadi malah terbengkalai. Belum lagi potensi konflik internal, seperti perebutan saham, jabatan, dan gaji,” tegasnya.
Ia memahami bahwa tekanan finansial menjadi alasan utama kampus mulai melirik sektor bisnis, termasuk pertambangan. Menurutnya, kebijakan pemerintah yang mendorong perguruan tinggi untuk mandiri secara ekonomi menjadi faktor pendorong.
“Kampus saat ini diposisikan seperti semi swasta, jadi mereka harus mencari cara untuk bertahan. Sayangnya, salah satu opsi yang muncul adalah masuk ke bisnis tambang, padahal risikonya besar,” ungkapnya.
Karena itu, Abdul Rohim menekankan bahwa tanggung jawab ada di tangan pemerintah. Jika perguruan tinggi dilarang berbisnis tambang, maka perlu ada solusi konkret dalam bentuk dukungan finansial yang memadai.
“Kita bisa melarang, tapi kalau tidak ada solusi dari pemerintah, masalah ini tidak akan selesai. Perguruan tinggi harus tetap fokus pada akademik tanpa harus mengambil risiko besar di dunia bisnis,” pungkasnya. (Elf)