SAMARINDA, VIDETIMES.com – Komisi IV DPRD Kota Samarinda menyoroti dampak pernikahan siri yang kerap menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi perempuan dan anak.
Hal ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama pemangku kepentingan di Gedung DPRD Samarinda, Jumat (7/2/2025).
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, mengungkapkan bahwa banyak kasus perceraian dan pernikahan anak berawal dari pernikahan siri.
Tanpa pencatatan resmi, perempuan dan anak sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan, terutama dalam hal status hukum dan akses terhadap hak-hak dasar.
“Banyak kasus yang kami tangani berasal dari pernikahan siri. Masalahnya bukan hanya soal pencatatan, tetapi juga dampak sosial yang ditimbulkan. Regulasi sebenarnya sudah ada, salah satunya perda tentang ketahanan keluarga, namun pengawasan dan implementasinya masih perlu diperkuat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti tingginya jumlah pengajuan isbat nikah di Pengadilan Agama Samarinda yang mencapai 3.000 kasus.
Sebagian besar berasal dari pasangan yang menikah di usia muda dan mengalami kesulitan dalam mengurus dokumen kependudukan, termasuk akta kelahiran anak.
Selain itu, keberadaan penghulu liar dalam praktik pernikahan siri turut menjadi perhatian.
Menurut Sri Puji, jika pembuatan peraturan daerah (perda) khusus terkait nikah siri sulit diwujudkan, maka pengawasan harus lebih diperketat untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas.
“Jika perda khusus sulit diwujudkan, maka setidaknya perlu ada pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik pernikahan yang tidak tercatat secara resmi,” tegasnya.
Pernikahan siri yang tidak memiliki perlindungan hukum juga berkontribusi terhadap meningkatnya angka anak terlantar dan kemiskinan akibat perceraian yang tidak jelas statusnya.
Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah dalam memastikan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan.
Komisi IV DPRD Samarinda berharap instansi terkait, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), dapat lebih aktif dalam menangani persoalan ini.
“Ini bukan hanya tanggung jawab satu pihak saja. Pemerintah, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan harus bekerja sama dalam mencari solusi agar pernikahan siri tidak lagi menjadi pemicu permasalahan sosial,” pungkasnya. (Elf)