SAMARINDA, VIDETIMES.com – Ketua DPC GMNI Kutai Timur, Deo Datus, mengecam keras tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap massa aksi dalam demonstrasi #IndonesiaGelap yang digelar di depan kantor DPRD Balikpapan pada Jumat (21/2/2025). Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya mencederai hak demokrasi, tetapi juga menunjukkan wajah otoritarianisme yang tidak seharusnya terjadi di negara hukum.
Aksi yang dimulai sejak pukul 15.00 WITA ini awalnya berlangsung damai. Namun, situasi berubah memanas saat massa aksi berusaha mendekat ke gedung DPRD, yang berujung pada bentrokan dengan aparat kepolisian. Selama kurang lebih lima jam, bentrokan terus terjadi hingga malam hari, menyebabkan beberapa kader GMNI Balikpapan mengalami luka-luka akibat tindakan represif yang dinilai tidak manusiawi.
“GMNI Kutai Timur dengan tegas mengecam keras tindakan represif yang dilakukan terhadap massa aksi. Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap hak demokrasi rakyat,” tegas Deo Datus.
Berdasarkan kronologi yang diterima VIDETIMES.com , salah satu kader GMNI Balikpapan mengalami cedera serius setelah kukunya tergeser akibat diinjak-injak oleh aparat kepolisian. Kejadian ini semakin memperpanjang daftar dugaan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran.
“Salah satu kader kami mengalami cedera serius, kukunya sampai tergeser karena diinjak-injak oleh aparat kepolisian,” ungkap Ketua GMNI Balikpapan melalui konfirmasi voice note (VN).
Saat bentrokan terjadi, massa aksi masih menunggu hasil negosiasi dengan pihak DPRD Kota Balikpapan yang berlangsung alot. Namun, di tengah proses tersebut, enam peserta aksi ditangkap secara sewenang-wenang oleh kepolisian, di mana empat di antaranya merupakan kader GMNI Kota Balikpapan.
“Kami menuntut agar teman-teman kami segera dibebaskan tanpa syarat! Ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap gerakan rakyat yang menuntut keadilan,” tegas Deo Datus dengan lantang.
GMNI Kutai Timur juga mendesak Kapolda Kalimantan Timur untuk segera turun tangan dan memberikan instruksi agar para peserta aksi yang ditahan segera dibebaskan. Mereka menilai tindakan represif ini merupakan bentuk arogansi kekuasaan yang mengancam demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, setiap warga negara memiliki hak mutlak untuk menyampaikan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Pasal 5 UU tersebut juga menegaskan bahwa aparat penegak hukum wajib menjaga ketertiban tanpa menggunakan kekerasan berlebihan. Oleh karena itu, tindakan represif yang dilakukan kepolisian terhadap massa aksi dinilai bertentangan dengan prinsip demokrasi dan melanggar hukum yang berlaku.
GMNI Kutai Timur menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini dan tidak akan tinggal diam terhadap praktik represif aparat kepolisian yang mengancam kebebasan berekspresi serta hak rakyat dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan. (Irf)