SAMARINDA, VIDETIMES.com – Banjir yang kembali merendam sejumlah wilayah di Kota Samarinda pada Senin (12/5/2025) mendapat sorotan tajam dari anggota DPRD Samarinda, M. Andriansyah atau yang akrab disapa Aan. Ia menilai banjir kali ini bukan sekadar bencana alam, melainkan dampak langsung dari kelalaian manusia dalam menjaga lingkungan dan tata ruang kota.
“Air itu logikanya dari atas ke bawah. Tapi kalau jalannya dihalangi atau dibelokkan seenaknya, ya pasti banjir. Ini bukan bencana zaman Nabi Nuh, ini akibat ulah manusia,” tegas Aan saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda, Rabu (14/5/2025).
Menurut Aan, alih fungsi lahan menjadi faktor utama yang memicu banjir. Ia menyoroti masifnya pembangunan di kawasan yang semestinya berfungsi sebagai daerah resapan air seperti rawa dan lahan hijau yang kini berubah menjadi pemukiman dan bangunan komersial.
“Daerah resapan air habis dikapling. Demi pembangunan, lingkungan dikorbankan. Ini yang harus segera dikoreksi,” katanya.
Tak hanya itu, Aan juga menyinggung aktivitas pertambangan yang dinilainya memperparah kerusakan lingkungan, terutama di wilayah hulu. Ia menegaskan bahwa meski sektor tambang memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun tanpa pengawasan dan reklamasi yang benar, dampaknya bisa merusak secara permanen.
“Tambang itu wajib reklamasi. Kalau sudah selesai mengeruk, harus diperbaiki kembali lahannya. Kalau enggak dilakukan, itu sudah kejahatan lingkungan,” ujar Aan dengan nada serius.
Ia mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap perizinan tambang, termasuk verifikasi komitmen perusahaan dalam mengelola dampak lingkungannya. Selain itu, Aan mengungkapkan keprihatinan atas masih maraknya aktivitas pertambangan ilegal yang sering kali luput dari pantauan pemerintah dan memberikan kontribusi besar terhadap kerusakan ekosistem.
Sebagai solusi jangka panjang, politikus dari Partai Demokrat ini menyarankan Pemkot Samarinda membangun kanal besar sebagai jalur alternatif pembuangan air yang langsung terhubung ke Sungai Karang Mumus dan Sungai Mahakam. Ia menilai pendekatan tambal sulam terhadap sistem drainase kota sudah tidak relevan lagi.
“Samarinda butuh sistem drainase yang terintegrasi. Ini bukan cuma soal gorong-gorong tersumbat, tapi bagaimana aliran air diarahkan dengan benar,” jelasnya.
Aan juga mendorong Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memperkuat analisis dampak lingkungan (AMDAL) serta kajian risiko bencana sebelum menerbitkan izin pembangunan.
“Aturannya sudah ada, tinggal komitmen kita untuk menegakkan. Kalau dibiarkan, ya banjir akan terus jadi langganan,” pungkasnya. (Adv/DPRD Samarinda)









