SAMARINDA, VIDETIMES.com – Kebijakan pemerintah yang melarang penjualan gas LPG 3 kilogram (kg) melalui pengecer mulai 1 Februari 2025 memicu pro dan kontra di masyarakat. Banyak warga kebingungan karena selama ini mereka mengandalkan warung kelontong untuk mendapatkan gas melon dengan mudah.
Kini, sesuai aturan baru, masyarakat hanya bisa membeli gas bersubsidi di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina. Pemerintah berdalih langkah ini bertujuan memperbaiki tata kelola distribusi serta mencegah penimbunan.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menegaskan bahwa pengecer yang ingin tetap berjualan harus beralih status menjadi pangkalan resmi dengan mendaftarkan Nomor Induk Perusahaan (NIP).
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Sani Bin Husain. Ia menilai aturan ini diterapkan terlalu cepat tanpa koordinasi yang matang dengan pemerintah daerah.
“Kebijakan ini perlu mempertimbangkan kesiapan daerah. Seharusnya ada komunikasi yang lebih jelas dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar masyarakat tidak kebingungan,” ujar Sani, Selasa (4/2/2025).
Menurutnya, selain membingungkan, kebijakan ini juga semakin menyulitkan masyarakat mendapatkan gas melon, terutama setelah aturan pembelian sebelumnya yang mewajibkan penggunaan KTP.
Pemerintah beranggapan bahwa dengan sistem baru ini, pengecer bisa naik kelas menjadi distributor resmi. Namun, Sani menilai akar permasalahan bukan terletak pada pengecer, melainkan lemahnya pengawasan distribusi gas bersubsidi oleh pemerintah.
“Jangan sampai kebijakan ini justru menciptakan masalah baru. Pemerintah harus memastikan distribusi gas benar-benar merata, bukan sekadar mengubah sistem penjualan,” tegasnya. (Elf)