SAMARINDA, VIDETIMES.com – Banjir dan longsor terus menghantui sejumlah kawasan di Samarinda. Kondisi ini memicu desakan agar penanganan bencana dilakukan secara terpadu, bukan lagi secara sektoral. Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Andriansyah, menegaskan bahwa kunci utama ada pada sinergi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) yang selama ini dinilainya masih berjalan sendiri-sendiri.
“Selama OPD masih bekerja sendiri-sendiri, saya yakin penyelesaiannya tidak akan maksimal,” ujarnya kepada wartawan (24/6/2025).
Menurutnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda harus menjadi garda terdepan dalam merespons bencana, dengan dukungan penuh dari OPD lain seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta kelurahan sebagai unit pemerintahan paling dekat dengan warga.
“Ketika bencana terjadi, harus ada ketahanan di tingkat kelurahan. BPBD harus turun lebih dulu, lalu PUPR bisa membantu dengan alat beratnya. Tapi ini hanya bisa efektif kalau duduk bersama,” tegasnya.
Aan menyoroti pentingnya integrasi antara penanganan bencana dan perencanaan tata ruang. Menurutnya, PUPR memegang peran vital dalam pengendalian bencana karena menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang jika keliru dapat memperparah risiko bencana.
“PUPR itu jiwa pembangunan. Kalau salah dalam tata ruang, dampaknya bisa luas, termasuk memperparah banjir dan longsor,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya melibatkan akademisi dalam perumusan solusi jangka panjang. Menurutnya, para ahli lingkungan dan perencana tata kota perlu dilibatkan agar kebijakan yang diambil tidak hanya bersifat reaktif.
“Masyarakat banyak bertanya kenapa banjir tidak kunjung tuntas. Ya karena pembangunan belum sinkron dengan alam. Kampung-kampung masih banyak, ruang terbuka makin sempit. Kita harus belajar berjalan seiring dengan alam, bukan melawan,” ucap politisi Partai Demokrat itu.
Ia mencontohkan prinsip dasar pengelolaan lingkungan: air mengalir dari hulu ke hilir dan pepohonan menyerap air lewat akar. Namun dalam praktiknya, banyak pembangunan justru menutup area resapan air dan menggunduli ruang hijau.
“Sudah jelas, pohon itu penyerap air. Tapi yang terjadi sekarang, hutan ditebang, tanah ditutup beton. Bagaimana air mau meresap?” ujarnya.
Andriansyah berharap, ke depan Pemkot Samarinda benar-benar mengedepankan kolaborasi lintas sektor. Ia juga mendesak agar penanganan bencana tidak hanya difokuskan pada tanggap darurat, tetapi juga pada strategi pencegahan dan pembangunan yang berkelanjutan.
“Kalau semua pihak bisa duduk satu meja, bahas satu peta, saya percaya Samarinda bisa lebih siap menghadapi bencana,” pungkasnya. (ADV/DPRD Samarinda)









